Pertanyaan di atas kerap diajukan oleh orang tua pasien. Bahkan banyak anggota masyarakat yang memercayainya. Benarkah itu? Sebelum menjawab pertanyaan itu perlu diluruskan kekeliruan yang ada dalam pertanyaan tersebut. Istilah Flu dalam penggunaan sehari-hari dan dalam berbagai iklan obat di media massa sering dipahami secara keliru. Flu adalah kependekan dari Influenza, yaitu nama dari salah satu virus yang sering menyebabkan infeksi saluran pernapasan akut (ISPA). Infeksi adalah serangan (invasi) kuman dari luar ke dalam bagian tubuh. Huruf A dalam ISPA juga sering keliru dikira ‘atas’. Kata ‘akut’ sendiri juga sering keliru dikira ‘berat, parah’, padahal akut artinya ‘baru’, lawan dari kata ‘kronik’ yang artinya lama atau menahun. Semoga tidak jadi bingung dengan pelurusan kekeliruan pemahaman berbagai kata terkait tadi.
Dalam keseharian, kita biasa mengalami gejala ISPA berupa demam, batuk dan pilek. Saking biasanya kejadian itu, maka orang Barat menyebut sebagai common cold. Nenek moyang kita juga sudah mempunyai kosa kata khusus untuk penyakit tersebut yaitu selesma, suatu kata yang hampir terlupakan. Istilah medisnya rinofaringitis atau nasofaringitis. Selesma atau common cold ini yang sering keliru disebut ‘flu’. Keliru karena virus flu memang dapat menyebabkan selesma, namun ada lebih daripada 100 jenis virus berbeda yang juga dapat menyebabkan selesma. Jadi virus penyebab selesma banyak sekali, bukan hanya virus flu. Penyebutan flu untuk selesma sama kelirunya seperti ketika menyebut semua sepeda motor dengan salah satu merk saja. Selain dikelirukan sebagai nama penyakit, kata flu juga sering dikelirukan dengan salah satu nama gejala yaitu gejala pilek.
Selesma sangat mudah menular dari satu orang ke orang lain yang kontak erat. Misalnya keluarga dalam satu rumah, bila salah satu anggota mengalami selesma akibat tertular dari orang lain di lingkungan kerja, sekolah, atau tempat bermain, maka sebagian besar warga rumah dapat tertular. Selesma sangat mudah menular karena virus penyebabnya menyebar ke udara saat seorang pasien selesma batuk atau bersin. Virus yang menyebar ke udara sekitar kemudian terhirup oleh orang lain yang berdekatan. Atau percik renik batuk pilek pasien selesma mengotori permukaan benda yang berada di dekatnya. Bila kemudian orang lain memegang permukaan yang tercemari tadi dan kemudian mengusap mulut atau hidungnya, maka virus dapat masuk ke saluran napas, dan terjadi selesma. Itu sebabnya sangat penting untuk menerapkan etika batuk-bersin, yaitu dengan menutupi hidung mulut saat batuk bersin. Tutupi hidung mulut dengan tisu yang kemudian kita buang segera ke tempat sampah, atau tutupi dengan lengan kita. Jangan menggunakan telapak tangan untuk menutupi hidung mulut saat batuk bersin, karena dapat mengotori benda yang kemudian kita pegang atau tangan orang lain jika kita bersalaman.
Setiap saat saluran napas kita menghadapi ancaman dan serangan berbagai hal yang berpotensi membahayakan dan merusak. Tuhan membekali kita dengan mekanisme pertahanan saluran napas, sehingga sebagian besar ancaman tadi dapat diatasi. Mekanisme ini antara lain produksi lendir saluran napas yang dapat memerangkap benda asing yang masuk. Lendir ini kemudian akan disapu oleh bulu getar dari suatu sistem berjalan yang disebut bersihan mukosilier, ke arah tenggorokan. Hasil sapuan lendir ini dalam jumlah sedikit secara tidak sadar akan kita telan dan dibuang lewat saluran cerna, bercampur dengan kotoran. Bila jumlah lendir yang terkumpul cukup banyak, akan mengaktivasi mekanisme lain yaitu batuk. Batuk ini yang akan mendorong keluar lendir dari saluran napas kita. Jadi sebenarnya batuk ini sangat diperlukan untuk menjaga saluran napas kita dari lendir yang berlebih atau benda asing yang masuk. Selain bersihan mekanis tadi saluran napas kita juga dijaga oleh sistem imunitas tubuh dalam bentuk organ limfoid (amandel, adenoid) yang berada di gerbang masuk bersama saluran napas dan saluran cerna. Organ imunitas ini terus mendapatkan pasokan sel kekebalan dan nutrisi melalui pembuluh darah.
Saat kita minum es atau minuman dingin, maka suhu dingin dari es akan berdampak terhadap mekanisme pertahanan saluran napas melalui dua hal. Pertama, suhu dingin akan mengurangi kemampuan menyapu bersihan mukosilier, karena gerakan silia (bulu getar) akan terganggu. Kedua, suhu dingin akan menyebabkan pembuluh darah mengerut yang disebut vasokonstriksi. Akibatnya aliran darah menjadi berkurang, pasokan untuk sistem imunitas juga berkurang. Dalam keadaan demikian, mekanisme pertahanan saluran napas akan mengalami pelemahan dan lebih rentan terhadap serangan kuman dari luar. Pada orang dewasa gangguan ini kurang bermakna dampaknya, namun pada anak dampaknya lebih besar. Dengan demikian minum es atau makanan dingin memang dapat meningkatkan risiko terjadinya selesma. Hal ini juga yang dapat menjelaskan mengapa di musim dingin terjadi peningkatan angka kejadian selesma.
Sudah tentu tidak otomatis jika minum es akan mengalami selesma. Penyakit terjadi akibat kombinasi antara tiga hal, yaitu keadaan pejamu (host), lingkungan, dan agen atau kumannya. Suhu dingin akan menurunkan daya tahan pejamu. Jumlah dan tingkat keganasan (virulensi) kuman juga berperan terhadap terjadinya selesma. Lingkungan yang tidak sehat, misalnya adanya pajanan dengan asap rokok juga meningkatkan risiko terjadinya selesma. Optimalisasi sistem pertahanan tubuh sangat perlu di samping menjaga lingkungan yang sehat. Peningkatan imunitas spesifik dapat dilakukan dengan imunisasi. Dari ratusan jenis virus penyebab selesma, yang sudah ada vaksinnya adalah virus flu. Dengan demikian seseorang yang sudah menjalani imunisasi flu, masih dapat mengalami selesma akibat virus yang lain.
Penulis : Dr. Darmawan B Setyanto, Sp.A(K)
Ikatan Dokter Anak Indonesia